Kenapa Makanan Eropa Hambar? Ternyata Ini Sejarah dan Alasannya!
Kamu pernah nggak sih, lagi scrolling di media sosial, terus lihat vlog orang Indonesia yang lagi liburan di Eropa? Pasti sesekali muncul komentar kayak, “Aduh, makanannya hambar banget ya?” atau “Kurang nendang rasanya, nggak ada bumbu!” Nah, kalau dipikir-pikir, ini aneh banget. Kita tahu kan kalau bangsa Eropa, terutama di abad ke-17, itu sampai mati-matian, bahkan sampai menjajah berbagai negara, cuma buat menguasai rempah-rempah yang mereka sebut “emas hitam.” Mulai dari lada, cengkeh, sampai pala. Terus, kenapa makanan mereka sekarang malah dikenal hambar? Ada apa di balik sejarah ini? Ternyata, jawabannya itu punya kisah yang ironis dan menarik banget. Yuk, kita bedah bareng-bareng!
Jadi, bayangin aja, di abad ke-17, rempah-rempah itu adalah komoditas paling berharga di dunia. Saking berharganya, sampai-sampai perusahaan dagang raksasa seperti VOC dari Belanda nekat berperang dan menginvasi Nusantara (Indonesia) cuma buat memonopoli pala dan cengkeh. Mereka rela menempuh perjalanan laut yang berbahaya, menghadapi badai, dan bahkan peperangan cuma demi bisa bawa pulang rempah-rempah ke benua mereka. Di masa itu, rempah-rempah bukan cuma soal rasa makanan. Ini adalah simbol kekayaan, kekuasaan, dan status sosial tertinggi.
Nah, ini dia bagian yang sering terlewatkan dari cerita sejarah itu. Meskipun kapal-kapal dagang Eropa itu penuh dengan rempah-rempah dari Asia, hanya segelintir orang yang bisa menikmati kekayaan rasa itu. Rempah-rempah itu harganya gila-gilaan mahalnya. Video yang kita tonton tadi bilang, satu butir pala itu bisa setara dengan harga satu ekor sapi! Dan merica? Harganya bahkan lebih mahal daripada emas. Bayangin, untuk beli lada sekilo aja, kamu bisa tukar dengan sebidang tanah yang luas. Dengan harga yang super duper mahal kayak gitu, siapa yang bisa beli? Tentu saja cuma kaum bangsawan, para raja, ratu, dan orang-orang kaya raya.
Jadi, sementara kaum bangsawan Eropa bisa menikmati hidangan yang kaya rasa dengan cengkeh, pala, dan lada yang melimpah, rakyat biasa di sana harus puas dengan makanan yang sangat sederhana dan hambar. Makanan sehari-hari mereka itu ya cuma seputar roti tawar, sup kentang, atau semacam bubur gandum. Tanpa bumbu, tanpa rempah, dan pastinya tanpa rasa yang "nendang" di lidah. Kondisi ini berlangsung selama berabad-abad. Kebiasaan makan yang hambar itu akhirnya menempel kuat dalam budaya kuliner mereka, bahkan sampai sekarang. Jadi, ironisnya, meskipun bangsa mereka menjelajah dunia demi rempah-rempah, sebagian besar dari mereka tidak pernah merasakan nikmatnya rempah-rempah itu.
Kisah ini benar-benar bikin kita sadar ya, bahwa sejarah itu nggak sesederhana yang kita baca di buku teks. Di balik cerita penjelajahan dan penjajahan, ada fakta unik tentang perbedaan kelas sosial yang sangat mencolok. Bangsa Eropa menjelajahi dunia demi rasa, tapi rasa itu cuma dinikmati oleh segelintir orang. Kita, sebagai orang Indonesia, harusnya bersyukur banget ya. Kita punya kekayaan rempah-rempah yang melimpah, yang harganya terjangkau, dan jadi bagian tak terpisahkan dari setiap masakan kita. Dari rendang yang kaya rempah, sate yang wangi ketumbar, sampai nasi goreng yang gurihnya pas. Semua itu adalah warisan dari leluhur kita yang luar biasa. Jadi, lain kali kalau kamu lagi makan makanan Indonesia yang kaya rasa, ingatlah kalau rempah-rempah yang ada di piringmu itu pernah jadi komoditas paling mahal di dunia, yang dulu cuma bisa dinikmati sama para bangsawan Eropa. Keren, kan?
Posting Komentar